Fase-fase Bulan. Kredit: Fred Espenak/Astropixels.com |
– Setiap harinya, jika rajin mengamati Bulan, kita akan menemukan bahwa Bulan berubah-ubah bentuk. Mulai dari sabit, perbani, purnama, sampai kembali perbani dan sabit lagi. Lalu, mengapa Bulan mempunyai bentuk yang berbeda-beda menyerupai ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dipahami dua fakta penting. Pertama, Bulan berputar mengelilingi Bumi setiap 29,5 hari sekali. Dan kedua, dikala bulan melaksanakan revolusi mengelilingi planet Bumi, Bulan juga diterangi oleh sinar Matahari, ia tidak memancarkan cahayanya sendiri sebab tidak melaksanakan reaksi fusi.
Karena bentuk Bulan yang lingkaran menyerupai bola, hal tersebut menciptakan hanya separuh belahan Bulan yang selalu diterangi Matahari. Dengan kata lain, ada sisi siang dan sisi malam menyerupai layaknya Bumi kita. Dari sudut pandang kita di permukaan Bumi, kita melihat banyak sekali fase perubahan penampakan Bulan setiap malamnya.
Nah, fase Bulan atau perubahan bentuk Bulan terjadi jawaban perubahan sudut dari garis yang menghubungkan Matahari-Bumi-Bulan sewaktu Bulan mengorbit Bumi. Bulan mempunyai banyak fase, yang umum kita ketahui diantaranya, Bulan baru, sabit, dan purnama.
Perubahan dalam bentuk ini ialah diakibatkan oleh kondisi pencahayaan dari Matahari yang berbeda. Jumlah yang berbeda dari sinar Matahari, tercermin oleh Bulan ke Bumi. Karena Bulan terus berputar mengelilingi Bumi, maka dari itu munculah bentuk yang berbeda.
Ilustrasi fase Bulan. Kredit: Space.com |
Ketika posisi Bulan dalam orbitnya berada di antara Matahari dan Bumi, maka kita dari Bumi tidak sanggup melihat belahan Bulan yang tersinari cahaya Matahari. Fase ini dikenal sebagai fase Bulan Baru atau New Moon (lihat ilustrasi di atas).
Fase Bulan Baru terjadi sebab sisi Bulan yang terkena sinar Matahari ialah belahan yang menghadap ke Matahari. Dengan kata lain, posisi Bulan yang tersinari Matahari “membelakangi” sisi gelap Bumi.
Selanjutnya, beberapa jam sampai satu hari sehabis Bulan Baru, sepotong cahaya yang tipis sanggup dilihat, fase ini dikenal dalam kalangan umat Islam dengan sebutan datangnya Hilal atau Bulan Sabit muda (Waxing Crescent). Semakin hari, semakin banyak sisi bulan yang diterangi Matahari terlihat.
Setelah tujuh hari, kita melihat separuh dari belahan Bulan yang diterangi Matahari. Fase ini terjadi ketika Bulan berada pada sudut 90 derajat dari Matahari. Dalam ilustrasi di atas, fase ini disebut sebagai First Quarter atau Perbani Awal.
Tujuh hari sehabis kuartal awal, Bulan akan terus berputar mengelilingi Bumi dan bergerak ke 180 derajat dari Matahari, atau berada di antara Bumi dan Matahari. Fase ini kita kenal sebagai fase Bulan Purnama (Full Moon).
Tujuh hari sehabis Bulan Purnama, kita melihat separuh Bulan untuk sekali lagi, yang mana kali ini dikenal sebagai Last Quarter atau Perbani Akhir. Setelah satu ahad lagi, Bulan kembali ke fase Bulan Baru, yang dalam kalender Hijriah merupakan hari terakhir dari penanggalan bulanannya.
Fase-fase Bulan ini cukup penting dalam penanggalan Hijriah yang memanfaatkan rotasi Bulan terhadap Bumi. Saat umat Islam memulai puasa Ramadan, hal tersebut biasanya diawali dengan mengamati Bulan Sabit. Tanggal 15 pada setiap bulan Hijriah juga bertepatan dengan Bulan Purnama. Dan nanti, untuk merayakan Idulfitri, maka juga harus melihat fase Bulan Sabit muda 1 Syawal.
Bila Bulan mengeluarkan cahaya sendiri, maka fase-fase ini tidak sanggup terjadi atau mustahil ada. Bulan akan terus berada dalam fase Bulan Purnama. Benda langit lain yang menutupi Bulan sehingga mempunyai fase pun sejauh ini tidak pernah ditemukan alias hanya isapan jempol belaka.
Oh iya, sebagai tambahan, sebab orbit Bulan mempunyai kemiringan 5 derajat terhadap bidang ekliptika Bumi, hal tersebut menimbulkan tidak setiap fase Bulan Purnama terjadi gerhana Bulan, dan tidak setiap fase Bulan Baru terjadi gerhana Matahari total.
Nah, kini sudah sedikit mengerti, kan, mengapa Bulan mempunyai fase?
Sumber: Live Science, NASA.