![]() |
gambar ilustrasi “hadits dha’if” Doa Shalat Istikharah |
TERNYATA Doa Shalat Istikharah Ini Menggunakan Hadits Dha’if
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
[TERNYATA Doa Shalat Istikharah Ini Menggunakan Hadits Dha’if] – Sungguh doa yaitu ketaatan agung dan ibadah yang mulia, menjadi keharusan bagi Muslim padanya -dan juga semua ibadah lainnya- untuk mengikat diri dengan petunjuk Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wasallam, menghidupkan sunnahnya, dan mengikuti ajarannya. Karena sebaik-baik sikap yaitu sikap Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pada setiap Jum’at, di hadapan kaumnya, ia menyampaikan dalam khutbahnya :
“Amma ba’du, sungguh sebenar-benar pembicaraan yaitu kitab Allah, dan sebaik-baik sikap yaitu sikap Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, seburuk-buruk kasus yaitu yang diada-adakan, dan sebaik-baik bid’ah yaitu sesat, dan semua kesesatan ada di neraka.” [HR. Muslim. No. 867; Shahih]
Oleh alasannya yaitu itu, wajib bagi setiap Muslim untuk ekstra hati-hati terhadap perkara-perkara yang gres dalam agama, dan hendaknya setiap muslim berkomitmen -dalam semua urusan agamanya- dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Petunjuk Rasulullah dalam doa yaitu petunjuk yang sempurna, tidak ada kekurangan padanya dari sisi mana pun. Tidaklah ia Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan sesuatu berupa kebaikan dan faidah berkaitan dengan doa melainkan ia menjelaskannya dengan klarifikasi yang paling lengkap, paling sempurna, dan paling memuaskan. Sebagaimlma urusan ia dalam semua sisi agama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pula meninggal (wafat) sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya :
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kau agamamu, Aku cukupkan untukmu nikmat-Ku, dan Aku ridha bagi kau Islam sebagai agama.” [QS. Al-Maidah : 3]
Namun, terdapat beberapa periwayat hadits yang memberikan hadits yang hukumnya bukan shahih dan bukan pula hadits hasan. Bahkan dinilai sebagai hadits Dha’if atau hadits lemah di antara hadits hadits yang lainnya. Salah satu teladan hadits Dha’if yang sudah tersohor dan banyak dipakai oleh kaum muslim di tanah air yaitu hadits wacana Doa Shalat Istikharah.
Shalat Istikharah bagi sebagian umat muslim tanah air dikerjakan pada ketika dihadapkan pada permasalahan menentukan jodoh terbaik mana yang akan ia pilih. Lalu lalu mereka (para pemuda) melakukan shalat istikharah dengan doa yang paling polpuler, bahkan sampai ketika ini. Namun, ternyata doa shalat istikharah yang dimaksud merupakan doa shalat istikharah yang diambil dari sebuah hadits dha’if (hadits lemah).
Doa Shalat Istikharah dari Hadits Dha’if
![]() |
Al Adzkar AL-Muntakhabah mi Kalaami Sayyid Al-Abrar, hal.283 |
Abu Unaisah Abdul Hakim Bin Amir Abdat dalam karyanya “Hadits-hadits Dha’if dan Maudhu’” pada jilid pertama, menyebutkan bahwa terdapat sebuah hadits dha’if dari doa shalat istikharah yang biasa dipakai oleh para cowok untuk menentukan mana jodoh terbaik pilihannya.
Dikutip dari karya Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf Al-Nawawi Al-Dimasyqi, (dalam Al Adzkar AL-Muntakhabah mi Kalaami Sayyid Al-Abrar, hal.283), ia menyebutkan doa istikharah yang sepatutnya diucapkan oleh seorang calon mempelai yang akan melakukan proses khitbah (lamaran), yaitu sebagai berikut :
“Allahumma innaka taqdiru wa laa aqdiru wa laa a’lamu wa anta ‘allaamul ghuyuubi. Fa in ra ‘aita li fi (…) khairan fi diinii wa aakhiratii faqdirhaa lii”
“Ya Allah, bekerjsama Engkau Maha Men-takdir-kan, dan bukanlah saya yang men-takdir-kan. Dan (Engkau) Maha Mengetahui apa yang tidak kuketahui. Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib, maka jikalau Engkau melihat kebaikan antara diriki dan (…sebutkan nama calon pasangan…) untuk agama dan akhiratku, maka takdirkanlah ia untukku”
“Sembunyikanlah pinanganmu, lalu berwudhu’lah dan baguskanlah wudhu’mu. Lalu shalatlah apa yang Allah telah menetapkan untukmu. Kemudian (sesudah shalat) pujilah Tuhanmu dan muliakanlah Dia, lantas ucapkanlah (do’a ini), ”Allahumma innaka taqduru dan seterusnya (yang artinya): ”Ya Allah, bekerjsama Engkau-lah yang berkuasa sedangkan saya tidak berkuasa. Dan Engkau-lah yang mengetahui sedangkan saya tidak mengetahui. Engkau-lah yang Maha mengetahui segala kasus yang ghaib. Maka jikalau menurut-Mu si fulanah (di sini disebut nama wanita yang akan dipinang) baik bagi Agamaku, duniaku dan akhiratku (jodohkanlah dia untukku). Akan tetapi jikalau selain dia ada (perempuan lain) yang lebih baik bagiku dari padanya (baik) bagi Agamaku, duniaku dan akhiratku, maka jodohkanlah dia denganku.”
Hadits tersebut di atas merupakan Hadits Dha’if
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di Musnadnya (5/423), Ibnu Khuzaimah (no. 1220), Hakim (1/314), Ibnu Hibban (no.685) dan juga Thabraniy. Semuanya meriwayatkan dari jalan :
Ayyub bin Khalid bin Abi Ayyub Al Anshary, dari bapaknya (Khalid bin Abi Ayyub), dari kakeknya (Yaitu) Abi Ayyub Al Anshary, secara marfu ‘.
Saya berkata: Sanad hadits ini dha’if, karena:
- Ayyub bin Khalid bin Abi Ayyub Al Anshary, seorang rawi yang dha’zf/ lemah. (Baca: Tahzhz’but Tahzhib juz l/hal. 401. Taqribut Tahzhz’b 1/89).
- Bapaknya, yaitu Khalid bin Abi Ayyub Al Anshary, seorang rawi yang majhul-‘ain. (Al ]arh wat Ta’dil 3/322)
Hadits ini dibawakan oleh Al Ustadz Hasbi Ash Shiddiqy di kitabnya Pedoman Shalat, halaman: 502, 503, dengan judul Sunat Isthikharah untuk Mencari ]odoh.
Maka dengan ke-dha’if-an hadits ini, sehingga tidak dibenarkan berdasarkan pendapat para ulama untuk diamalkan. Cukuplah bagi kita mengamalkan hadits yang Shahih wacana shalat isthikharah serta doa istikharah yang boleh dipakai ketika dalam keadaan bimbang terhadap sesuatu kasus sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari (2/51. 7/ 162. 8/ 168) dan lain-lain.
Wallahu a’lam bishshawab
Demikianlah, artikel wacana “TERNYATA Doa Shalat Istikharah Ini Menggunakan Hadits Dha’if”, biar bermanfaat bagi seluruh pembaca, dan bagi mereka yang mau memberikan pengetahuan ini kepada muslim yang lain biar Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya dan menawarkan pahala amal Jariyyah di sisinya sebagai bekal investasinya nanti di darul abadi kelak. Aamiin.
Referensi :
- Abu Unaisah Abdul Hakim Bin Amir Abdat dalam karyanya “Hadits-hadits Dha’if dan Maudhu’”, Jilid Pertama, cetakan keenam, hal.64).
- Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, Kitab Fiqih Do’a da Dzikir, Jilid.1, hal.502