Kabupaten Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten di provinsi Papua Barat , Indonesia . Ibukota kabupaten ini terletak di Waisai . Kabupaten ini mempunyai 610 pulau. Empat di antaranya, yakni Pulau Misool, Salawati , Batanta dan Waigeo , ialah pulau-pulau besar. Dari seluruh pulau hanya 35 pulau yang berpenghuni sedangkan pulau lainnya tidak berpenghuni dan sebagian besar belum mempunyai nama. Sebagai daerah kepulauan, satu-satunya transportasi antar pulau dan penunjang acara masyarakat Raja Ampat ialah angkutan laut.
Pengaruh Agama Islam Dalam Kehidupan Potret suasana keagamaan di daerah Papua sangat unik, alasannya ialah di satu sisi agama Islam telah merupakan ”agama resmi” bagi kerajaan-kerajaan di kepulauan Raja Ampat, Semenanjung Onin dan di daerah Kowiai (Kaimana). Hal ini ditandai dengan raja dan keluarganya telah memeluk agama Islam, serta adanya institusi resmi yang berkaitan pengaturan kehidupan masyarakat.
Sejarah
Berdasarkan sejarah, di Kepulauan Raja Ampat terdapat empat kerajaan tradisional, masing- masing ialah kerajaan Waigeo, dengan sentra kekuasaannya di Wewayai, pulau Waigeo; kerajaan Salawati, dengan sentra kekuasaan di Samate, pulau Salawati Utara; kerajaan Sailolof dengan sentra kekuasaan di Sailolof, pulau Salawati Selatan, dan kerajaanMisol, dengan sentra kekuasaan di Lilinta, pulau Misol. Penguasa Kerajaan Lilinta/Misol (sejak kala ke-16 bawahan kerajaan Bacan):
Di tinjau dari sisi sejarah, Kepulauan Raja Ampat di kala ke 15 merupakan bab dari kekuasaan Kesultanan Tidore, sebuah kerajaan besar yang berpusat di Kepulauan Maluku.
Untuk menjalankan pemerintahannya, Kesultanan Tidore ini menunjuk 4 orang Raja lokal untuk berkuasa di pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool yang merupakan 4 pulau terbesar dalam jajaran kepulauan Raja Ampat hingga kini ini. Istilah 4 orang Raja dalam yang memerintah di formasi kepulauan itulah yang menjadi awal dari nama Raja Ampat.
Penguasa Kerajaan Waigeo (sejak kala ke-16 bawahan Ternate): Gandżun (1900-1918)Tahun 1660, Voc memang sempat menandatangani perjanjian dengan sultan Tidore di mana Tidore mengakui protektorat Belanda atas penduduk Irian barat. Perjanjian ini terang mencakup penduduk kepulauan antara Maluku dan Irian. Yang terang juga, Tidore bahwasanya tidak pernah menguasai Irian. Makara protektorat Belanda hanya merupakan fiksi hukum. Tidore menganggap dirinya atasan Biak. Pada masa itu, pedagang Melayu mulai mengunjungi pulau Irian. Justru pandangan Tidore ini yang menjadi alasan Belanda menganggap bab barat pulau ini ialah bab dari Hindia Belanda. Sejak kala ke-16, selain di Kepulauan Raja Ampat yang termasuk wilayah kekuasaan Sultan Bacan dan Sultan Ternate, tempat lain di Papua yaitu daerah pesisir Papua dari pulau Biak (serta daerah sebaran orang Biak) hingga Mimika merupakan bab dari wilayah mandala Kesultanan Tidore, sebuah kerajaan besar yang berdekatan dengan wilayah Papua. Tidore menganut adab Uli-Siwa (Persekutuan Sembilan), sehingga provinsi-provinsi Tidore ibarat Biak, Fakfak dan sebagainya juga dibagi dalam sembilan distrik (pertuanan).
Sumber: wikipedia dan papuaweb.org
Berdasarkan sejarah, di Kepulauan Raja Ampat terdapat empat kerajaan tradisional, masing- masing ialah kerajaan Waigeo, dengan sentra kekuasaannya di Wewayai, pulau Waigeo; kerajaan Salawati, dengan sentra kekuasaan di Samate, pulau Salawati Utara; kerajaan Sailolof dengan sentra kekuasaan di Sailolof, pulau Salawati Selatan, dan kerajaanMisol, dengan sentra kekuasaan di Lilinta, pulau Misol. Penguasa Kerajaan Lilinta/Misol (sejak kala ke-16 bawahan kerajaan Bacan):
Di tinjau dari sisi sejarah, Kepulauan Raja Ampat di kala ke 15 merupakan bab dari kekuasaan Kesultanan Tidore, sebuah kerajaan besar yang berpusat di Kepulauan Maluku.
Untuk menjalankan pemerintahannya, Kesultanan Tidore ini menunjuk 4 orang Raja lokal untuk berkuasa di pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool yang merupakan 4 pulau terbesar dalam jajaran kepulauan Raja Ampat hingga kini ini. Istilah 4 orang Raja dalam yang memerintah di formasi kepulauan itulah yang menjadi awal dari nama Raja Ampat.
Penguasa Kerajaan Waigeo (sejak kala ke-16 bawahan Ternate): Gandżun (1900-1918)Tahun 1660, Voc memang sempat menandatangani perjanjian dengan sultan Tidore di mana Tidore mengakui protektorat Belanda atas penduduk Irian barat. Perjanjian ini terang mencakup penduduk kepulauan antara Maluku dan Irian. Yang terang juga, Tidore bahwasanya tidak pernah menguasai Irian. Makara protektorat Belanda hanya merupakan fiksi hukum. Tidore menganggap dirinya atasan Biak. Pada masa itu, pedagang Melayu mulai mengunjungi pulau Irian. Justru pandangan Tidore ini yang menjadi alasan Belanda menganggap bab barat pulau ini ialah bab dari Hindia Belanda. Sejak kala ke-16, selain di Kepulauan Raja Ampat yang termasuk wilayah kekuasaan Sultan Bacan dan Sultan Ternate, tempat lain di Papua yaitu daerah pesisir Papua dari pulau Biak (serta daerah sebaran orang Biak) hingga Mimika merupakan bab dari wilayah mandala Kesultanan Tidore, sebuah kerajaan besar yang berdekatan dengan wilayah Papua. Tidore menganut adab Uli-Siwa (Persekutuan Sembilan), sehingga provinsi-provinsi Tidore ibarat Biak, Fakfak dan sebagainya juga dibagi dalam sembilan distrik (pertuanan).
Sumber: wikipedia dan papuaweb.org