Perbedaan Pendapat Para Ulama Dalam Tafsir Basmalah Berdasarkan Ibnu Katsir

 

Perbedaan Pendapat Para Ulama Dalam Tafsir BASMALAH Menurut Ibnu Katsir Perbedaan Pendapat Para Ulama Dalam Tafsir BASMALAH Menurut Ibnu Katsir
“Perbedaan Pendapat Para Ulama Dalam Tafsir BASMALAH Menurut Ibnu Katsir”

 

Perbedaan Pendapat Para Ulama Dalam Tafsir BASMALAH Menurut Ibnu Katsir

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

LANGITALLAH.com [Perbedaan Pendapat Para Ulama Dalam Tafsir BASMALAH Menurut Ibnu Katsir] Basmalah dalam bahasa arab ialah ucapan pembukaan, Bismillah yaitu “dengan menyebut nama Allah”, yang secara lengkap dilafadzkan dengan “Bismillaahir rahmaanir rahiim”. Kalimat ini tertera dalam setiap awalan surah dalam Mushhaf Al-Qur’an, kecuali pada surah At-Taubah (tidak diawali dengan lafadz Bismillah). Lafadz basmalah juga diucapkan setiap kali seorang muslim hendak melaksanakan shalat, juga memulai aktifitas sehari-hari, dan biasanya dipakai sebagai pembuka kalimat (Mukaddimah) dalam sebuah konstitusi atau piagam negara-negara islam.

Kalimat Basmallah juga pernah ditulis pada zaman Nabi Sulaiman untuk Ratu Bilqis sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an pada surah 27 (An-Naml) ayat 30. 

بسم الله الرحمن الرحيم
bismi-llāhi ar-raḥmāni ar-raḥīmi
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”

Bacaan ini disebut Tasmiyah dan bagi orang Islam sangat dianjurkan membacanya untuk memulai setiap kegiatannya. Sehingga apa yang dikerjakan diniatkan atas nama Allah dan agar mendapat restu atas pekerjaan tersebut. [Wikipedia]

Tafsir Basmalah Dan Hukum-Hukumnya Dalam Tafsir Ibnu Katsir

Berikut ini akan kita kupas tuntas perihal tafsir lafadz Basmalah serta bagaimana hukum-hukum yang terkait dengannya.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

“Dengan nama Allah YangMaha Pemurah lagi Maha Penyayang”

 

Perbedaan Pendapat Para Ulama perihal Kedudukan Basmalah Sebagai Salah Satu Ayat dari Al-Fatihah atau Bukan

Para sobat memulai bacaan Kitabullah (Al-Qur’an) dengan (membaca) basmalah. Para ulama setuju bahwa basmalah merupakan salah satu ayat dari surah An-Naml. Kemudian mereka berselisih pendapat apakah basmalah merupakan ayat tersendiri pada permulaan tiap-tiap surah, ataukah hanya ditulis pada tiap-tiap permulaan surah saja. Atau apakah basmalah merupakan sebagian dari satu ayat pada tiap-tiap surah, atau memang demikian dalam surah Al-Fatihah, tidak pada yang lainnya; ataukah basmalah sengaja ditulis untuk memisahkan antara satu surah dengan yang lainnya, sedangkan ia sendiri bukan merupakan suatu ayat. Mengenai duduk perkara ini banyak pendapat yang dikatakan oleh ulama, baik para ulama Salaf maupun ulama Khalaf. Namun pembahasan perihal perbedaan pendapat ini tidak akan diterangkan dalam goresan pena ini.

Di dalam kitab Sunan Abu Daud dengan sanad yang sahih :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَعْرِفُ فَصْلَ السُّورَةِ حَتَّى يَنْزِلَ عَلَيْهِ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}

dari Ibnu Abbas r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. dahulu belum mengetahui pemisah di antara surah-surah sebelum diturunkan kepadanya: Bismillahir rahmanir rahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).

Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Hakim, yaitu Abu Abdullah An-Naisaburi, di dalam kitab Mustadrak-nya. Dia meriwayatkannya secara mursal dari Sa’id ibnu Jubair.

Di dalam kitab Sahih Ibnu Khuzaimah disebutkan dari Ummu Salamah r.a. bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca basmalah pada permulaan surah Al-Fatihah dalam shalatnya, dan dia menganggapnya sebagai salah satu ayatnya.

Tetapi hadis yang melalui riwayat Umar ibnu Harun Balkhi, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ummu Salamah ini di dalam sanadnya terkandung kelemahan.

Imam Daruqutni ikut meriwayatkannya melalui Abu Hurairah secara marfu’. Hal semisal diriwayatkan dari Ali dan Ibnu Abbas serta selain dari keduanya.

Di antara orang-orang yang menyampaikan bahwa basmalah merupakan salah satu ayat dari tiap surah kecuali surah Bara’ah (surah At-Taubah) ialah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnuz Zubair, dan Abu Hurairah. Sedangkan dari kalangan tabi’in ialah Ata, Tawus, Sa’id ibnu Jubair, dan Makhul Az-Zuhri. Pendapat inilah yang dipegang oleh Abdullah ibnu Mubarak, Imam Syafii, dan Imam Ahmad ibnu Hambal dalam salah satu riwayat yang bersumber darinya, dan Ishaq ibnu Rahawaih serta Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam.

Imam Malik dan Imam Abu Hanifah serta murid-muridnya menyampaikan bahwa basmalah bukan merupakan salah satu ayat dari surah Al-Fatihah, bukan pula bab dari surah-surah lainnya.

Imam Syafii dalam salah satu pendapat yang dikemukakan oleh sebagian jalur mazhabnya menyatakan bahwa basmalah merupakan salah satu ayat dari Al-Fatihah, tetapi bukan merupakan bab dari surah lainnya. Diriwayatkan pula dari Imam Syafii bahwa basmalah ialah bab dari satu ayat yang ada dalam permulaan tiap surah. Akan tetapi, kedua pendapat tersebut garib (aneh).

Daud menyampaikan bahwa basmalah merupakan ayat tersendiri dalam permulaan tiap surah, dan bukan merupakan bab darinya. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad ibnu Hambal. diriwayatkan pula oleh Abu Bakar Ar-Razi, dari Abul Hasan Al-Karkhi, yang keduanya merupakan pentolan murid-murid Imam Abu Hanifah.

Demikianlah pendapat-pendapat yang berkaitan dengan kedudukan basmalah sebagai salah satu ayat dari Al-Fatihah atau tidaknya.

Tentang Membaca Basmalah, Dikeraskan atau Tidak

Perkara pengerasan bacaan basmalah bahu-membahu merupakan cabang dari perkara di atas. Dengan kata lain, barang siapa beropini bahwa basmalah bukan merupakan suatu ayat dari Al-Fatihah, maka dia tidak mengeraskan bacaannya. Demikian pula halnya bagi orang yang semenjak awalnya beropini bahwa basmalah merupakan ayat tersendiri.

Orang yang menyampaikan bahwa basmalah merupakan suatu ayat dari permulaan setiap surah, berselisih pendapat mengenai pengerasan bacaannya. Mazhab Syafii menyampaikan bahwa bacaan basmalah dikeraskan bersama surah Al-Fatihah, dan dikeraskan pula bersama surah lainnya. Pendapat ini bersumber dari aneka macam kalangan ulama dari kalangan para sobat para tabi’in. dan para imam kaum muslim, baik dari kalangan Salaf maupun Khalaf.

Dari kalangan sobat yang mengeraskan bacaan basmalah ialah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Mu’awiyah. Bacaan keras basmalah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Bar dan Imam Baihaqi, dari Umar dan Ali. Apa yang dinukil oleh Al-Khatib dari empat orang khalifah -yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib- merupakan pendapat yang garib.

Dari kalangan tabi’in yang mengeraskan bacaan basmalah ialah Sa’id ibnu Jubair, Ikrimah, Abu Qilabah, Az-Zuhri, Ali ibnul Husain dan anaknya (yaitu Muhammad serta Sa’id ibnul Musayyab), Ata, Tawus, Mujahid, Salim, Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi, Ubaid dan Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm, Abu Wail dan Ibnu Sirin, Muhammad ibnul Munkadir, Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas dan anaknya (Muhammad), Nafi’ maula Ibnu Umar, Zaid ibnu Aslam, Umar ibnu Abdul Aziz, Al-Azraq ibnu Qais. Habib ibnu Abu Sabit. Abusy Syasa, Makhul, dan Abdullah ibnu Ma’qal ibnu Muqarrin. Sedangkan Imam Baihaqi menambahkan Abdullah ibnu Safwan, dan Muhammad ibnul Hanafiyyah menambahkan Ibnu Abdul Bar dan Amr ibni Dinar.

Hujah yang mereka pegang dalam mengeraskan bacaan basmalah ialah “Karena basmalah merupakan bab dari surah Al-Fatihah, maka bacaan basmalah dikeraskan pula sebagaimana ayat-ayat surah Al-Fatihah lainnya”.

Telah diriwayatkan pula oleh Imam Nasai di dalam kitab Sunan-nya oleh Ibnu Khuzaimah serta Ibnu Hibban dalam kitab Sahih-nya masing-masing, juga oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui Abu Hurairah:
bahwa ia melaksanakan shalat dan mengeraskan bacaan basmalahnya; sehabis selesai dari shalatnya itu Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya saya ialah orang yang shalatnya paling seolah-olah dengan shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di antara kalian.”

Hadis ini dinilai sahih oleh Imam Daruqutni, Imam Khatib, Imam Baihaqi, dan lain-lainnya.

Abu Daud dan Turmudzi meriwayatkan melalui Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. pernah membuka shalatnya dengan bacaan bismillahir rahmanir rahim. Kemudian Turmudzi menyampaikan bahwa sanadnya tidak mengandung kelemahan.

Hadis yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui Ibnu Abbas yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. mengeraskan bacaan bismillahir rahmanir rahim. Kemudian Imam Hakim menyampaikan bahwa hadis tersebut sahih.

Di dalam Sahih Bukhari disebutkan melalui Anas ibnu Malik bahwa ia pernah ditanya mengenai bacaan yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia menjawab bahwa bacaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam panjang, dia membaca bismillahir rahmanir rahim dengan bacaan panjang pada bismillah dan Ar-Rahman serta Ar-Rahim. (Dengan kata lain, dia Shallallahu ‘alaihi wasallam mengeraskan bacaan basmalahnya).

Di dalam Musnad Imam Ahmad dan Sunan Abu Daud, Sahih Ibnu Khuzaimah dan Mustadrak Imam Hakim, disebutkan melalui Ummu Salamah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membacanya dengan cara berhati-hati pada setiap ayat, yaitu:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ. الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

“Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, yang menguasai hari pembalasan….”

Ad-Daruqutni menyampaikan bahwa sanad hadis ini sahih.

Imam Abu Abdullah Asy-Syafii meriwayatkan, begitu pula Imam Hakim dalam kitab Mustadrak-nya melalui Anas, bahwa Mu’awiyah pernah shalat di Madinah;
ia meninggalkan bacaan basmalah, maka orang-orang yang hadir (bermakmum kepadanya) dari kalangan Muhajirin memprotesnya. Ketika ia melaksanakan shalat untuk yang kedua kalinya barulah ia membaca basmalah.

Semua hadis dan atsar yang kami ketengahkan di atas sudah cukup dijadikan sebagai dalil yang sanggup diterima untuk menguatkan pendapat ini tanpa lainnya. Bantahan dan riwayat yang garib serta penelusuran jalur, ulasan, kelemahan-kelemahan serta penilaiannya akan dibahas pada bab lain.

Segolongan ulama lainnya menyampaikan bahwa bacaan basmalah dalam shalat dihentikan dikeraskan. Hal inilah yang terbukti dilakukan oleh empat orang khalifah, Abdullah ibnu Mugaffal dan beberapa golongan dari ulama Salaf kalangan tabi’in dan ulama Khalaf, kemudian dipegang oleh mazhab Abu Hanifah, Imam Sauri, dan Ahmad ibnu Hambal.

Menurut Imam Malik, basmalah dihentikan dibaca sama sekali, baik dengan bunyi keras ataupun perlahan. Mereka menyampaikan demikian menurut sebuah hadis di dalam Sahih Muslim melalui Siti Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menceritakan bahwa :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ، والقراءة بالحمد لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membuka shalatnya dengan takbiratul ihram dan membuka bacaannya dengan al-hamdu lillahi rabbil ‘alamina (yakni tanpa basmalah).”

Di dalam kitab Sahihain yang menjadi dalil mereka disebutkan melalui Anas ibnu Malik yang menyampaikan :

صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وعثمان فكانوا يفتتحون بالحمد لله رب العالمين.

“Aku shalat di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, dan Us’man. Mereka membuka (bacaannya) dengan alhamdu lillahi rabbil ‘alamina.”

Menurut riwayat Imam Muslim, mereka tidak mengucapkan bismil-lahir rahmanir rahim, baik pada permulaan ataupun pada selesai bacaannya. Hal yang sama disebutkan pula dalam kitab-kitab Sunan melalui Abdullah ibnu Mugaffal radhiyallahu ‘anhu.

Demikianlah dalil-dalil yang dijadikan pegangan oleh para imam dalam perkara pengerasan lafadz basmalah atau tidak ini, semuanya berdekatan, alasannya ialah pada kesimpulannya mereka sangat setuju bahwa shalat orang yang mengeraskan bacaan basmalah dan yang memelankannya ialah sah.

Wallahu a’lam bishshawab

Demikianlah artikel Tafsir perihal “Perbedaan Pendapat Para Ulama Dalam Tafsir BASMALAH Menurut Ibnu Katsir”, agar bermanfaat bagi seluruh pembaca, dan bagi mereka yang mau memberikan pengetahuan ini kepada muslim yang lain agar Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya dan memperlihatkan pahala amal Jariyyah di sisinya sebagai bekal investasinya nanti di alam abadi kelak. Aamiin.

_____________
Referensi : Tafsir Ibnu Katsir, Bab Tafsir Surah Al –Fatihah

Label : Al-Qur’an, Tafsir, Basmalah, Tafsir Ibnu Katsir

Deskripsi : Para imam 4 Mazhhab berbeda pendapat perihal pengucapan lafadz Basmalah dalam surah-surah Al-Qur’an, serta apakah basmalah ialah bab dari ayat atau bukan?, dan Ibnu Katsir menjelaskannya dalam kitab Tafsirnya.