Pengertian Nikah Siri

Pengertian Nikah Siri adalah berkumpul ataupun bercampur, sedangkan menurut syariat dengan cara hakekat adalah akad (nikah) dan juga dengan cara majaz ialah al-wath’u (hubungan seksual) menurut pendapat yang shahih, sebab tidak diketahui sesuatupun mengenai penyebutan kata nikah dalam kitab Allah -Subhanahu wa ta’ala- kecuali untuk arti at-tazwiij (pernikahan). Kata “siri” punya asal dari bahasa Arab “sirrun” yang berarti rahasia, ataupun suatu yang disembunyikan. Melalui akar kata ini Nikah siri diartikan selaku Nikah yang dirahasiakan, berlainan dengan Nikah kepada umumnya yang dilakukan dengan cara terang-terangan.

Nikah siri sah dengan cara agama dan juga ataupun adat istiadat, namun tidak diumumkan kepada masyarakat umum, dan juga tidak dicatatkan dengan cara resmi dalam lembaga pencatatan negara, yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam dan juga Kantor Catatan Sipil (KCS) bagi yang beragama non Islam. Ada kerena faktor biaya, tidak mampu membiayai administrasi pencatatan; ada juga disebabkan sebab takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri menikah lebih dari satu (poligami) tanpa seizin pengadilan, dan juga sebagainya. Nikah yang dirahasiakan sebab pertimbangan-pertimbangan tertentu, contohnya sebab takut menerima stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu Nikah siri ataupun sebab pertimbangan-pertimbangan yg lain yang akhirnya memaksa seseorang merahasiakannya.

Nikah siri kadang-kadang diistilahkan dengan nikah “misyar”. Ada ulama yang menyamakan pengertian ke-2 istilah ini, namun tidak sedikit pula yang membedakannya. Nikah siri kadang-kadang diartikan dengan nikah “urfi”, yaitu Nikah yang didasarkan kepada adat istiadat, seperti yang terjadi di Mesir. Namun nikah misyar dan juga nikah urfi jarang dipakai dalam konteks masyarakat Indonesia. Persamaan istilah-istilah tersebut terletak kepada kenyataan bahwa memang seluruhnya mengandung pengertian selaku bentuk Nikah yang tidak diumumkan (dirahasiakan) dan juga tidak dicatatkan dengan cara resmi melalui pejabat yang berwenang.

Nikah siri yang tidak dicatatkan dengan cara resmi dalam lembaga pencatatan negara sering pula diistilahkan dengan Nikah di bawah tangan. Nikah di bawah tangan ialah Nikah yang dilakukan tidak menurut hokum negara. Nikah yang dilakukan tidak menurut hukum dianggap Nikah liar, sehingga tidak mempunyai akibat hukum, berupa pengakuan dan juga perlindungan hukum.

Nikah Siri Menurut Hukum Negara

Dalam Undang-Undang Pernikahan No. satu tahun 1974 pasal dua [2] disebutkan, “Tiap-tiap pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Tengah dalam PP No sembilan tahun 1975 mengenai pelaksanaan UU Pernikahan, pasal tiga disebutkan:

  • Tiap manusia yang hendak melangsungkan pernikahan memberitahukan kehendaknya ke-pada Pegawai Pencatat di area perkawinannya diadakan.
  • Pemberitahuan tersebut dalam ayat (satu) dilakukan sekurang-kurangnya sepuluh hari kerja se-belum pernikahan diadakan.
  • Pengecualian dalam jangka tersebut dalam ayat dua disebabkan suatu alasan yang urgen di-berikan oleh Camat (atas nama) Bupati Kepala Daerah.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa memang negara dengan tegas melarang adanya Nikah siri dan juga tiap upacara pernikahan harus memberitahukan kepada pegawai negara yang berwenang. Lebih-lagi negara memberikan sanksi pidana kepada para pelaku Nikah siri dengan alasan pernikahan siri telah menimbulkan banyak korban, yang mana anak yang lahir dari pernikahan siri hendak sulit memperoleh surat lahir, kartu tanda penduduk, hak-hak hukum seperti hak waris, dan juga sebagainya.

Cuma dengan alasan tersebut pemerintah melarang suatu yang sah menurut syariat Islam, sementara disisi yg lain pemerintah seakan lalai berapa persen dari anak Indonesia yang lahir dari hubungan zina dalam tiap tahunnya. Dengan kata yg lain, perutaran pemerintah yang melarang Nikah siri ini dengan cara tidak langsung ikut berperan menyuburkan praktek zina di Indonesia.

Nikah Siri Menurut Islam

Hukum Nikah siri dalam Islam ialah sah sepanjang hal hal yang men-jadi dan juga rukun nikah terpenuhi, dimana rukun nikah dalam agama Islam ialah selaku berikut:

  • Adanya calon mempelai laki-laki dan juga perempuan
  •  Adanya wali dari calon mempelai perempuan
  • Adanya dua manusia saksi dari ke-2 belah pihak
  • Adanya ijab; yaitu ucapan penyerahan mempelai perempuan oleh wali ke-pada mempelai laki-laki untuk dinikahi
  • Qabul; yaitu ucapan penerimaan pernikahan oleh mempelai laki-laki (jawaban dari ijab)

Kalau dalam pelaksanaan Nikah siri rukun nikah yang tertera di atas terpenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah dengan cara syariat agama Islam, cuma saja tidak tercatat dalam buku catatan sipil. Dan juga prosedur Nikah siri lainnya yang tidak me-menuhi rukun-rukun diatas maka pernikahan tersebut tidak dianggap sah menurut syariat Islam, dalam hadits disebutkan:

Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan juga dua saksi yang adil
(HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa’ no. 1839, 1858, 1860 dan juga Shahihul Jami’ no. 7556, 7557).