Pengertian Fardhu Kifayah Lengkap Dengan Contohnya – Fardhu Kifayah yakni merupakan salah satu status aturan dari sebuah acara dalam Agama Islam yang wajib dilakukan, namun bila kewajiban itu sudah dilakukan oleh sebahagian kaum muslim maka kewajiban untuk yang lainnya gugur, dalam arti orang yang tidak melaksanakan kewajiban itu tidak berdosa cuman tidak mendapat fahala.
Dan ada juga yang di namakan Fardhu ain (kewajiban perorangan). Fardhu ain artinya kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Muslim yang telah memenuhi sarat ibarat balig, berakal sehat sempurna, sanggup melihat dan mendengar dalam arti tidak buta dan tuli juga terjangkau dakwah islamiyah, dan tidak sanggup di wakili / di ganti orang lain.misalnya shalat lima waktu, hijab, zakat, puasa dan pergi haji ke Mekkah sekali seumur hidup.
Contoh acara yang tergolong Fardhu Kifayah ibarat Menshalati mayat Muslim, Belajar ilmu tertentu (misal : kedokteran, ekonomi, dll Amar ma’ruf nahi munkar , Jihad ibtida` Mendirikan Khilafah dan lain-lain. Suatu perbuatan yang semula hukumnya fardhu kifayah sanggup menjadi fardhu ‘ain apabila perbuatan dimaksud belum sanggup terealisasi dengan hanya mengandalkan sebagian dari kaum muslimin saja.
Namun dalam kajian aturan syariat Islam demikian, gotong royong para ulama berbeda pendapat mengenai kepada siapa tuntutan untuk melaksanakan perbuatan fardhu kifayah itu. Dalam teladan kewajiban merawat mayit, misalnya, kepada siapa tuntutan kewajiban untuk melaksanakannya ditujukan? apakah umum untuk semua orang ataukah untuk orang yang ada disekitar kita? Makanya Kami disini akan sedikit memperlihatkan klarifikasi dari pada Pengertian Fardhu Kifayah Lengkap Dengan Contohnya
Pertama, tuntutan kewajiban itu ditujukan kepada sebagian orang saja. Sebagian orang ini yakni mereka yang menduga bahwa orang lain tidak mengerjakan perbuatan tersebut. Jadi, yang dikenai kewajiban untuk merawat mayit/jenazah, misalnya, yakni orang yang menduga bahwa orang lain tidak mengerjakannya. Jika ia menduga sudah ada orang lain yang mengerjakan, maka ia tidak dikenai kewajiban.
Soal ini masih di perdebatkan oleh para ulama, sehingga para ulama menjadi tiga pendapat . Ada yang menyampaikan bahwa sebagian itu tidak tertentu atau mubham. Ada pula yang menyampaikan bahwa yang sebagian itu sudah ditentukan oleh Allah. Sedangkan yang lain menyatakan bahwa yang sebagian itu yakni orang yang telah melaksanakannya.
Pendapat ini beralasan, perintah-perintah syariat yang menuntut untuk melaksanakan perbuatan fardhu kifayah tidak ditujukan kepada seluruh manusia, melainkan sebagian saja. Misalnya firman Allah,
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (104)
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190)
Melaksanakan jihad yang diperintahkan oleh ayat di atas yakni perbuatan fardlu kifayah yang bersifat umum, meliputi kepada tiap-tiap orang mukallaf. Di samping itu, argumen kedua dari kelompok ini adalah, bahwa apabila perintah untuk melaksanakan perbuatan fardlu kifayah diabaikan, maka semua orang berdosa. Ini menunjukkan, bahwa kewajiban untuk melaksanakan perbuatan yang fardlu kifayah ditujukan kepada setiap orang mukallaf