Cincin Uranus dalam cahaya inframerah. Kredit: NASA/JPL-Caltech |
– Uranus yaitu planet ketujuh dari Matahari dan planet yang terbesar ketiga dan terberat keempat dalam Tata Surya. Dan tahukah Anda? Sama menyerupai Jupiter, Saturnus dan Neptunus, planet yang menyerupai mirip kelereng berwarna putih kebiruan ini juga mempunyai sistem cincin.
Uranus mempunyai sistem cincin yang rumit, yang merupakan sistem terumit kedua yang ditemukan di Tata Surya setelah cincin Saturnus. Cincin-cincin tersebut tersusun dari partikel yang sangat gelap, sehingga sukar diamati dalam cahaya tampak, yang bermacam-macam ukurannya dari mikrometer sampai sepersekian meter.
Total ada 13 lapisan cincin yang berbeda ketika ini yang diketahui, yang paling jelas yaitu cincin ε (epsilon). Semua cincin Uranus (kecuali dua) sangat sempit—umumnya mereka lebarnya beberapa kilometer. Cincin tersebut mungkin cukup muda; pertimbangan dinamis mengambarkan bahwa mereka tidak terbentuk bersamaan dengan pembentukan Uranus.
Materi di sistem cincin itu mungkin dulu yaitu serpihan dari satu (atau beberapa) satelit alami milik Uranus yang terpecah oleh tubrukan berkecepatan tinggi. Dari banyak pecahan-pecahan yang terbentuk sebagai hasil dari gesekan itu hanya beberapa partikel yang bertahan dalam jumlah terbatas zona stabil yang bersesuaian dengan cincin yang ada sekarang.
Skema cincin Uranus. Kredit: Wikimedia Commons |
Astronom Sir William Herschel mendeskripsikan cincin yang mungkin ada di sekitar Uranus pada 1789. Petampakan ini umumnya dianggap meragukan, sebab cincin-cincin itu cukup redup dan pada dua era berikutnya tak satupun yang diketahui oleh pengamat lain.
Namun, Herschel masih menciptakan deskripsi akurat perihal ukuran cincin epsilon, sudut relatifnya terhadap Bumi, warna merahnya dan perubahannya yang tampak bersamaan dengan Uranus mengitari Matahari. Sistem cincin itu benar-benar ditemukan pada 10 Maret 1977 oleh James L. Elliot, Edward W. Dunham dan Douglas J. Mink memakai Kuiper Airborne Observatory.
Penemuan itu merupakan keberuntungan; mereka berencana memakai okultasi bintang SAO 158687 oleh Uranus untuk mempelajari atmosfer planet itu. Akan tetapi, ketika pengamatan mereka dianalisis, mereka menemukan bahwa bintang itu telah menghilang sebentar dari pandangan lima kali sebelum dan setelah ia tidak tampak di balik planet itu.
Mereka menyimpulkan bahwa niscaya ada suatu sistem cincin di sekitar planet tersebut. Kemudian mereka mendeteksi empat cincin tambahan. Cincin-cincin itu eksklusif dicitrakan ketika Voyager 2 lewat bersahabat Uranus pada 1986. Wahana antariksa Voyager 2 juga menemukan dua cincin pelengkap yang tampak redup sehingga total jumlahnya menjadi sebelas.
Pada Desember 2005, Teleskop angkasa Hubble mendeteksi sepasang cincin yang sebelumnya tidak diketahui. Yang terbesar terletak pada dua kali jarak cincin yang telah diketahui dari planet itu. Cincin-cincin gres ini begitu jauh dari planet tersebut sampai mereka disebut sistem cincin “luar”.
Hubble juga melihat dua satelit kecil yang salah satunya, Mab, membuatkan orbit dengan cincin terluar yang gres ditemukan. Cincin-cincin gres ini menciptakan jumlah keseluruhan cincin Uranian menjadi 13. Pada April 2006, gambar cincin gres tersebut dengan Observatorium Keck menghasilkan warna cincin-cincin luar: yang terluar biru dan yang lainnya merah.
Satu hipotesis mengenai warna biru cincin luar tersebut yaitu bahwa ia terdiri atas partikel kecil air es dari permukaan Mab yang cukup kecil untuk menghamburkan cahaya biru. Kontras dengan itu, cincin-cincin dalam planet itu tampak abu-abu.
Cincin yang Miring
Uniknya, cincin Uranus miring 97,8 derajat dari bidang Tata Surya. Anda mungkin bertanya-tanya, mengapa cincin (dan planet Uranus itu sendiri) miring lebih dari 90 derajat, bagaimana itu bisa terjadi?
Jika planet-planet di Tata Surya kita berotasi menyerupai gasing yang berputar termiring-miring relatif terhadap bidang Tata Surya, planet Uranus justru “menggelinding”. Hal ini menciptakan satu kutub Uranus menghadap ke Matahari secara terus-menerus sedangkan kutub lainnya menghadap ke arah sebaliknya.
Hanya segaris kawasan sempit di sekitar ekuator yang mengalami pergantian siang-malam dengan cepat, namun dengan Matahari sangat rendah dari kaki langit menyerupai di kawasan kutub di Bumi. Pada sisi orbit Uranus yang lain orientasi kutub-kutubnya terhadap Matahari yaitu sebaliknya. Tiap kutub terus-menerus disinari Matahari sekitar 42 tahun, diikuti dengan 42 tahun yang gelap.
Uranus berotasi menggelinding diperkirakan akhir suatu kejadian yang mahadahsyat yang mengubahnya menjadi sebagaimana keadaannya sekarang. Sebagian teori menyatakan bahwa ketika pembentukan Tata Surya, cikal bakal planet sebesar Bumi bertumbukan dengan Uranus dan menyebabkan sumbu rotasinya berkembang menjadi sangat miring.
Ada juga teori yang tidak melibatkan tumbukan. Simulasi yang dilakukan Boue dan Laskar dari Observatorium Paris mengatakan bahwa Uranus dahulu sekali punya satelit alami yang sangat besar. Massa satelit alami ini, meskipun hanya 0.1 {8b1dcbf9295d470b6fc6f0c964cd89e83e63c2758fab5815b9c3db84b919353d} massa Uranus, bisa menarik sumbu rotasi Uranus dalam waktu jutaan tahun. Lalu, kemana satelit alami ini pergi? Kemungkinan besar “tertendang” oleh gravitasi ketika planet masif lainnya lewat.
Sumber: UniverseToday.com, Britanica.