Mengapa Ruang Angkasa Gelap Padahal Banyak Bintang?

Gugus bola M80 di rasi bintang Scorpius. Kredit: NASA/ESA/Hubble

– Pernah bertanya-tanya mengapa ruang angkasa tampak gelap atau hitam padahal ada banyak bintang dan galaksi di segala arah di alam semesta? Berikut kami coba jelaskan alasan ilmiahnya.

Bayangkan Anda berada di ruang angkasa. Jika Anda melihat Matahari di angkasa luar sana, Anda akan melihat bintang terdekat dengan Bumi kita tersebut tampak sangat terang dan sanggup memperabukan retina mata Anda seketika sehingga menjadikan kebutaan. Sementara, langit latar belakang Matahari akan tampak hitam dan gelap, dihiasi dengan bintik-bintik kecil bintang yang redup.

Kita semua tahu bahwa ruang angkasa sangatlah besar, bahkan mungkin tak terbatas, jauh lebih besar daripada yang kini kita bayangkan. Selain ukuran ruang yang tak terbatas, banyaknya bintang juga bisa dikatakan tidak terhitung. Ke manapun kita menoleh di ruang angkasa, yang kita lihat hanyalah bintang-bintang.

Tidak seharusnya ruang angkasa gelap gulita begitu, bukan? Karena adanya bintang yang jumlahnya tidak terhitung itu, seharusnya bintang-bintang itu bisa memancarkan cahaya yang menciptakan ruang angkasa menjadi berkilau atau terang sebab sinarnya.

Astronom Wilhelm Olbers pernah hingga pada suatu kesimpulan bahwa penyebabnya ialah debu. Olbers menyampaikan bahwa ada banyak debu yang menutupi bintang yang tidak terhitung jumlahnya itu, sehingga bintang-bintang tadi tidak bisa memancarkan sinarnya.

Namun, kesimpulan yang diusulkan Olbers ternyata keliru. Setelah kematiannya, para astronom menghitung bahwa sinar-sinar bintang itu seharusnya cukup untuk sanggup memanaskan setiap debu sehingga tetap bisa berpijar. Akhirnya, dilema ini dikenal dengan paradoks Olbers.

Jawaban dari Persoalan

Jawaban dari mengapa ruang angkasa gelap ternyata cukup sederhana; di ruang angkasa sana tidak ada atmosfer untuk memantulkan berapa banyakpun cahaya, Misalnya ketika kita berada di permukaan Bulan, kita akan melihat langit yang gelap atau hitam padahal siang hari sebab tidak ada atmosfer di sana.

Yang kedua, jumlah molekul yang bisa memantulkan cahaya di ruang angkasa hanya sedikit. Tidak menyerupai di Bumi kita, yang mempunyai banyak cermin atau alat pemantul cahaya lainnya di mana memungkinkan untuk memantulkan cahaya yang ada.

Yang ketiga, benda-benda di ruang angkasa dibedakan menjadi 3, yaitu bahan yang berisi gas, bintang dan objek tak terlihat lainnya (materi gelap dan energi gelap), yang masing-masing secara berurutan jumlahnya ialah 4{8b1dcbf9295d470b6fc6f0c964cd89e83e63c2758fab5815b9c3db84b919353d}, 22{8b1dcbf9295d470b6fc6f0c964cd89e83e63c2758fab5815b9c3db84b919353d}, dan 74{8b1dcbf9295d470b6fc6f0c964cd89e83e63c2758fab5815b9c3db84b919353d}. Kaprikornus meski ada aneka macam bintang, ternyata itu hanya sekitar 4{8b1dcbf9295d470b6fc6f0c964cd89e83e63c2758fab5815b9c3db84b919353d}-nya saja.

Yang ke-empat, alam semesta ialah suatu ruang yang tidak terbatas. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bintang yang jumlahnya seakan tak terhitung tadi, ternyata hanya menyumbang 4{8b1dcbf9295d470b6fc6f0c964cd89e83e63c2758fab5815b9c3db84b919353d} dari keseluruhan alam semesta. Itulah mengapa bintang-bintang tidak bisa menyinari gelapnya ruang angkasa.

Analoginya, “mengandalkan” bintang-bintang untuk menerangi ruang angkasa ialah menyerupai menghidupkan lampu led 2 watt di ruangan yang penuh dengan kain hitam transparan.


Sumber: Cornell University

INFO UPDATE