gambar ilustrasi : Akibat Meninggalkan Shalat Ber- Jamaah |
Inilah Akibat Meninggalkan Shalat Ber- Jamaah
Assalamu ‘alaium warahmatullahi wabarakatuh
[Inilah Akibat Meninggalkan Shalat Ber- jamaah] – Adalah kewajiban utama bagi setiap muslim untuk mendirikan shalat. Kewajiban shalat yang dimaksudkan yaitu shalat fardhu yang hukumnya wajib, dan tidak termasuk di dalamnya shalat sunnah yang memang aturan asalnya sunnah. Shalat merupakan tiang agama, dan akan menjadi objek hisab pertama kali pada hari tamat zaman nanti. Shalat juga tentunya kalau dilaksanakan dengan benar sesuai sunnah Rasululah akan sanggup mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Allah Subhanahu w Ta’ala berfirman :
“…dirikanlah shalat, sebenarnya shalat itu mencegah (kamu) dari perbuatan keji dan mungkar, dan sebenarnya mengingat Allah (shalat) yaitu lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).” [QS. Al Ankabut : 45]
Maka sudah semestinya kalau seorang muslim menggandakan dan mencontohi tata cara shalat dan sifat-sifat shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana dia shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Shalatlah kau sekalian, sebagaimana kalian melihatku shalat.” [HR. Bukhari no.628, no.7246, dan Muslim no.1533]
Tentu saja dikarenakan telah diwajibkannya shalat lima waktu bagi umat islam, maka akan ada jadinya kalau seorang hamba Allah dengan sengaja meninggalkan shalatnya. Namun sebelum kita membahas perihal akhir meninggalkan shalat ber- jamaah, tidak ada salahnya kalau kita membahas terlebih dahulu perihal “apa itu shalat?”, bagaimana “hukum shalat ber- jamaah”, kemudian “apakah shalat harus dilaksanakan secara ber- jamaah?”, dan terakhir akan kita uraikan apa akhir kalau seorang hamba, khususnya kaum pria kalau ia dengan sengaja meninggalkan shalat ber- jamaah.
Apa Itu Shalat?
Secara bahasa shalat berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti, doa. Sedangkan, berdasarkan istilah, shalat bermakna serangkaian acara ibadah khusus atau tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin [dalam Majmuu’ Fataawaa wa Rasaail dia rahimahullah, 12/150-153], ia berkata :
Shalat yaitu rukun Islam yang kedua. Shalat yaitu rukun yang paling ditekankan sesudah dua kalimat syahadat.
Shalat yaitu sarana komunikasi antara seorang hamba dengan Rabbnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya apabila salah seorang di antara kalian menunaikan shalat, maka dia sedang bermunajat (berbisik) kepada Rabbnya.” [HR. Al-Bukhâri, Kitab Mawaaqiitus Shalaah]
Hukum Shalat
Shalat berjamaah dan shalat sendiri tentu saja berbeda. Bagi kaum perempuan shalat ber- jamaah tidak diwajibkan dilaksanakan di masjid, sedangkan bagi kaum pria maka shalat ber- jamaah di masjid itu (jika tidak ada udzur) maka hukumnya wajib.
Dalam banyak hadits yang membahas perihal aturan shalat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menawarkan peringatan yang cukup keras bagi siapa saja dari seorang muslim yang dengan sengaja meninggalkan shalat fardhunya.
Dalam sebuah hadits, orang yang dengan sengaja meninggalkan shalatnya akan dihukumi menjadi kafir dan pada hari tamat zaman nanti mereka yang meninggalkan shalat akan berkumpul bersama dengan orang-orang ibarat Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Perjanjian yang memisahkan kita (umat muslim) dengan mereka (orang kafir) yaitu shalat. Barang siapa yang meninggalkan shalat, maka berarti dia telah kafir.” [HR. Imam Ahmad dan Tirmidzi]
Dalam hadits riwayat Imam Ahmad dan yang lainnya menyatakan kekafiran orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa yang menjaga shalat maka ia (-shalatnya-) akan menjadi cahaya, (sebagai) bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barang siapa yang tidak menjaga (shalat)nya, maka ia tidak mendapat cahaya, (sebagai) bukti keselamatan. Dan pada hari tamat zaman ia akan bersama Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Khalaf.” [HR. Imam Ahmad, At-Thabrani dan Ibnu Hibban; sanad hadits Shahih]
Apakah Shalat Mesti Dilaksanakan Secara Ber- jamaah?
Shalat ber- jamaah sebaik-baiknya dilaksanakan di masjid, pelaksanaannya berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan apabila kau berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) kemudian kau hendak mendirikan shalat gotong royong mereka”. [QS. An-Nisaa’ : 102]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, seorang pria buta mendatangi Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, dan ia berkata,”Wahai Rasulullah, saya tidak mempunyai penunjuk jalan yang sanggup mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta dispensasi kepada Rasulullah untuk tidak shalat ber- jamaah dan semoga diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian Rasulullah menawarkan dispensasi kepadanya. Namun ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan bertanya,“Apakah kau mendengar adzan?” Ia menjawab,”Ya”. Rasulullah bersabda,”Penuhilah permintaan (adzan) itu.” [HR. Muslim: 6]
Dalam hadits di atas, pria buta yang mendatangi Rasulullah ini tidak dibolehkan mengerjakan shalat (fardhu) di rumahnya kalau ia mendengar lantunan bunyi adzan. Hal ini memperlihatkan bahwa memenuhi permintaan adzan yaitu wajib, dengan mendatangi masjid untuk shalat ber- jamaah.
Kewajiban shalat fardhu ber- jamaah ini ditegaskan kembali di dalam hadits Ibnu Ummi Maktum. Ibnu Ummi Maktum berkata:
Dalam dua riwayat hadits di atas, seseorang mempunyai beberapa udzur:
- Laki-laki itu yaitu seorang yang buta,
- Laki-laki itu tidak punya teman sebagai penunjuk jalan untuk menemani,
- DI wilayahnya banyak sekali tanaman, dan
- Banyak hewan buas.
Lalu, bagaimana dengan mereka tidak mempunyai udzur sama sekali, mereka yang masih diberi nikmat penglihatan, pendengaran, tubuh sehat dan bertubuh kuat?
Inilah Akibat Meninggalkan Shalat Ber- jamaah Di Masjid (bagi laki-laki)
Pertama: Shalat BerJamaah Memiliki Pahala Lebih Banyak daripada Shalat Sendirian
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Shalat jamaah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Shalat jamaah itu senilai dengan 25 shalat. Jika seseorang mengerjakan shalat ketika dia bersafar, kemudian dia menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, maka shalatnya tersebut sanggup mencapai pahala 50 shalat.” [HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih]
Ibnu Baththal rahimahullah mengatakan, “Kadang keutamaan shalat jamaah disebutkan sebanyak 27 derajat, kadang pula disebut 25 kali lipat, dan kadang juga disebut 25 bagian. Ini semua memperlihatkan berlipatnya pahala shalat jamaah dibanding dengan shalat sendirian dengan kelipatan sebagaimana yang disebutkan.” [Syarh Shahih Al Bukhari li Ibni Baththal, 2/271, Maktabah Ar Rusyd]
Kedua: Dengan Shalat Jamaah Akan Mendapat Pengampunan Dosa
“Barangsiapa berwudhu untuk shalat, kemudian dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia berjalan untuk menunaikan shalat wajib yaitu dia melaksanakan shalat bersama insan atau bersama jamaah atau melaksanakan shalat di masjid, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” [HR. Muslim, Kitab Ath Thoharoh, Bab Keutamaan Wudhu dan Shalat Sesudahnya]
Ketiga: Setiap Langkah Menuju Masjid akan Meninggikan Derajatnya dan Menghapuskan Dosanya
“Shalat seseorang dalam jamaah mempunyai nilai lebih 20 sekian derajat daripada shalat seseorang di rumahnya, juga melebihi shalatnya di pasar. Oleh sebab itu, kalau salah seorang di antara mereka berwudhu, kemudian menyempurnakan wudhunya, kemudian mendatangi masjid, tidaklah mendorong melaksanakan hal ini selain untuk melaksanakan shalat; maka salah satu langkahnya akan meninggikan derajatnya, sedangkan langkah lainnya akan menghapuskan kesalahannya. Ganjaran ini semua diperoleh hingga dia memasuki masjid. Jika dia memasuki masjid, dia berarti dalam keadaan shalat selama dia menunggu shalat. Malaikat pun akan mendo’akan salah seorang di antara mereka selama dia berada di tempat dia shalat. Malaikat tersebut nantinya akan mengatakan: Ya Allah, rahmatilah dia. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, terimalah taubatnya. Hal ini akan berlangsung selama dia tidak menyakiti orang lain (dengan perkataan atau perbuatannya) dan selama dia dalam keadaan tidak berhadats.” [HR. Bukhari, Kitab Al Jamaah wal Imamah dan Muslim, Kitab Al Masajid]
Keempat: Shalat BerJamaah Berarti Menjalankan Sunnah Nabi, Meninggalkannya Berarti Meninggalkan Sunnahnya
Terdapat sebuah atsar dari dari ‘Abdullah bin Mas’ud, dia berkata,
“Barangsiapa yang ingin bergembira ketika berjumpa dengan Allah besok dalam keadaan muslim, maka jagalah shalat ini (yakni shalat jamaah) ketika diseru untuk menghadirinya. Karena Allah telah mensyari’atkan bagi nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam sunanul huda (petunjuk Nabi). Dan shalat jamaah termasuk sunanul huda (petunjuk Nabi). Seandainya kalian shalat di rumah kalian, sebagaimana orang yang menganggap remeh dengan shalat di rumahnya, maka ini berarti kalian telah meninggalkan sunnah (ajaran) Nabi kalian. Seandainya kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, pasti kalian akan sesat.” [HR. Muslim, Kitab Al Masajid]
Ibnu ‘Allan Asy Syafi’i rahimahullahu Ta’ala berkata,
“Jika kalian melaksanakan shalat di rumah kalian yaitu melaksanakan shalat wajib sendirian atau melaksanakan shalat jamaah namun di rumah (bukan di masjid) sehingga tidak nampaklah syi’ar Islam, sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang yang betul-betul meremehkannya , maka kalian berarti telah meninggalkan fatwa Nabi kalian yang memerintahkan untuk menampakkan syi’ar shalat ber- jamaah. Jika kalian melaksanakan ibarat ini, pasti kalian akan sesat. Sesat yaitu lawan dari mendapat petunjuk.” [Dalil Al Falihin Li Thuruqi Riyadhis Shalihin, 6/402, Asy Syamilah]
Kesimpulan
“Adapun shalat jamaah, saya tidaklah memberi dispensasi bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.” [Lihat Ash Shalah wa Hukmu Tarikiha, hal. 107]. Pendapat Imam Asy Syafi’i ini sangat berbeda dengan ulama-ulama Syafi’iyah.
Menurut Hanafiyyah -yang benar dari pendapat mereka- dan ini juga merupakan pendapat dari lebih banyak didominasi Malikiyah, dan juga pendapat Syafi’iyah, bahwa shalat ber- jamaah 5 waktu yaitu sunnah mu’akkad. Namun sunnah mu’akkad berdasarkan Hanafiyyah yaitu mendekati wajib yaitu nantinya akan mendapat dosa. Dan ada sebagian mereka (Hanafiyyah) yang menegaskan bahwa aturan shalat ber- jamaah yaitu wajib.
Lalu pendapat yang paling berpengaruh dari Syaf’iyah, shalat ber- jamaah pada 5 waktu shalat hukumnya yaitu fardhu kifayah. Pendapat ini juga merupakan pendapat sebagian ulama Hanafiyah ibarat Al Karkhiy dan Ath Thahawiy.
Sebagian ulama Malikiyah memberi rincian. Hukum shalat ber- jamaah berdasarkan ulama Malikiyah yaitu fardhu kifayah bagi suatu negeri. Jika di negeri tersebut tidak ada yang melaksanakan shalat ber- jamaah, maka mereka harus diperangi. Namun berdasarkan mereka, aturan shalat ber- jamaah pada 5 waktu shalat fadhu yaitu sunnah di setiap masjid yang ada dan merupakan keutamaan bagi laki-laki.
Akan tetapi berdasarkan ulama Hanabilah, juga merupakan salah satu pendapat ulama Hanafiyyah dan Syafi’iyyah bahwa aturan shalat ber- jamaah yaitu wajib, namun bukan syarat sah shalat. [Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/165-167, Wizaratul Awqaf wasy Syu’un Al Islamiyah Al Kuwait]
Sahabat, demikianlah perbedaan pendapat di antara ulama 4 mazhab, ada yang menghukuminya fardhu ‘ain, fardhu kifayah, dan ada juga yang menyampaikan sunnah mu’akkad. Namun perbedaan pendapat dikalangan ulama tidak menimbulkan mereka saling salah menyalahkan. Namun semua itu dikembalikan kepada bagaimana kita memahami shalat sebagai kewajiban kita sebagai umat muslim kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan sebaik-baik muslim yaitu mereka yang tidak pernah surut semangatnya untuk mendirikan shalat berjamaah di masjid dan sekaligus menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Perjanjian yang memisahkan kita (umat muslim) dengan mereka (orang kafir) yaitu shalat. Barang siapa yang meninggalkan shalat, maka berarti dia telah kafir.” [HR. Imam Ahmad dan Tirmidzi]
Imam Ahmad dan yang lainnya meriwayatkan hadits, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa yang menjaga shalat maka ia (-shalatnya-) akan menjadi cahaya, (sebagai) bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barang siapa yang tidak menjaga (shalat)nya, maka ia tidak mendapat cahaya, (sebagai) bukti keselamatan. Dan pada hari tamat zaman ia akan bersama Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Khalaf.” [HR. Imam Ahmad, At-Thabrani dan Ibnu Hibban; sanad hadits Shahih]
Semoga kita sanggup terhindar dari digolongkan sebagai orang-orang yang kafir yang kelak di hari tamat zaman akan bersama dengan orang-orang kafir ternama ibarat Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Khalaf. Na’udzubillahi minzalik.
Wallahu a’lam bishshawab
Label : Hukum, Shalat, Apa Itu Shalat, Akibat Meninggalkan shalat, Akibat Melalaikan Shalat, Akibat Meninggalkan shalat ber- jamaah, aturan shalat berjamaah di masjid
Deskripsi : Perkara meninggalkan kewajiban shalat ketika ini sudah sangat terlihat terang pada sebahagian umat islam. Banyak mAsjid yang bangkit namun sedikit sekali yang senantiasa berupaya untuk meramaikannya. Bahkan sunnah Rasulullah pun banyak yang meninggalkannya. Ulasan kasus kelalaian shalat dan akhir meninggalkan shalat ber jamaah hampir tidak pernah lagi terdengar di masjid-masjid.