Dzikir | Perintah, Keutamaan Dan Larangan Dzikir

Sesungguhnya lelaki dan perempuan muslim DZIKIR | Perintah, Keutamaan dan Larangan Dzikir
Ilustrasi : Anak Kecil Membaca Al-Qur’an
 

DZIKIR | Perintah, Keutamaan dan Larangan Dzikir

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

LANGITALLAH.com | DZIKIR | Perintah, Keutamaan dan Larangan Dzikir
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran yang mulia :

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya lelaki dan perempuan muslim, lelaki dan perempuan mukmin, lelaki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, lelaki dan perempuan yang benar, lelaki dan peremuan yang sabar, lelaki dan perempuan yang khusyuk (dalam shalat), lelaki dan perempuan yang bersedekah, lelaki dan perempuan yang berpuasa, lelaki dan perempuan yang menjaga kehormatannya, lelaki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.“ [QS. Al-Ahzab : 35].
Dzikir mempunyai arti “ingat”, dan berdzikir berarti “Ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”. Dzikir dalam arti luas yaitu senantiasa mengingat bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala ialah Rabb Yang Maha Melihat hamba-Nya, Dia Yang Maha Mengetahui apa yang dikerjakan oleh hamba-Nya, Allah Yang Maha Mengetahui apa yang kasatmata dan yang tersebunyi dalam hati hamba-hambaNya.

Dzikir yang dilakukan dengan benar akan meningkatkan kualitas keyakinan seseorang, alasannya ialah akan bangun rasa takut melaksanakan hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, takut akan bahaya adzab neraka sebagaimana Allah telah memfirmankannya dalam banyak ayat di dalam Al-Qur’an.

Disamping itu, orang yang membiasakan lisannya untuk senantiasa berdzikir mengingat Allah Ta’ala, akan menjadi pembeda antara dirinya dengan orang-orang kafir yang tak pernah ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam sebuah hadist diterangkan, “Perumpamaan orang yang ingat akan Rabb-nya dengan orang yang tidak ingat Rabb-nya laksana orang yang hidup dengan orang yang mati.” [HR. Al-Bukhari].

PERINTAH BER-DZIKIR

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan setiap muslim untuk memperbanyak mengingat (dzikir) kepada-Nya. Dan Allah Ta’ala memuji orang-orang yang banyak berdzikir.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ﴿٤١﴾ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” [QS. Al-Ahzab : 41-42]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنْ يُطَاعَ فَلاَ يُعْصَى ، وَأَنْ يُذْكَرَ فَلاَ يُنْسَى ، وَأَنْ يُشْكَرَ فَلاَ يُكْفَرَ

“Hendaklah Allah itu ditaati dan tidak dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan, serta disyukuri dan tidak dikufuri.” [HR. At-Tabrani 8502, Al-Hakim (II/294), Atsar Shahih]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berdzikir mengingat Allah Ta’ala dalam setiap keadaan.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

“Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengingat Allâh dalam setiap keadaannya.” [HR. Muslim no.373, Abu Dawud no.18, At-Tirmidzi no.3384; dengan sanad Shahih]

Allâh Ta’ala juga memerintahkan setiap muslim untuk dzikir sehabis mengerjakan shalat :

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ

“Maka apabila kau telah menuntaskan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.…” [QS. An-Nisaa’ : 103]

Bahkan Allah Ta’ala memerintahkan supaya berdzikir meskipun dalam keadaan berperang menghadapi musuh Allah (Jihad). Sebagaimana berfirman Allah Ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kau bertemu pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah (nama) Allah banyak-banyak (berzikir dan berdo’a) supaya kau beruntung.” [QS. Al-Anfal :45]

WAKTU-WAKTU SUNNAH UNTUK BER-DZIKIR

Setiap insan yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dianjurkan ber-dzikir setiap saat, dan tidak mengikat dilakukan hanya ketika sehabis shalat saja. Dzikir boleh dilakukan kapan dan di mana saja kita berada, boleh dalam keadaan duduk, berdiri, dalam perjalanan atau ketika berbaring.

Dalam Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi, di dalam Kitab Al-Adzkar, Bab Dzikir (Mengingat) Allah Ta’ala Sambil Berdiri, Duduk, Berbaring, dalam Keadaan Berhadats, Junub, atau Haidh. Pengecualian Al-Qur’an, dzikir tidak halal bagi orang yang junub dan yang haid.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

إنَّ في خَلْقِ السَّماوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأُولِي الأَلْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِهِمْ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat gejala bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring.” [QS. Ali Imran: 190-191]

Ibnu Qatadah rahimahullah mengatakan, “Inilah keadaanmu wahai manusia. Ingatlah Allah ketika berdiri. Jika tidak mampu, ingatlah Allah ketika duduk. Jika tidak mampu, ingatlah Allah ketika berbaring. Inilah dispensasi dan fasilitas dari Allah.” [Dinukil dari Tafsir Az-Zahrawain, hlm. 846].

KEUTAMAAN DZIKIR MENGINGAT ALLAH TA’ALA

Dari sekian banyak keutamaan ber-dzikir mengingat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan dijelaskan 5 Keutamaan Dzikir kepada Allah Ta’ala yang harus diketahui sebagai motivasi hidup dalam rangka meningkatkan kualitas ibadah kita dalam hal mengingat Allah (dzikir) sebagai dasar pelaksanaan ibadah lainnya.

1. Memperoleh Ampunan Dari Allah Subhanahu wa Ta’ala

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“… Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.“ [QS. Al-Ahzab :35]

2. Orang Yang Ber-Dzikir Akan Diangkat Derajatnya

3. Orang Yang ber-Dzikir Lebih Baik daripada Infak Emas dan Perak

4. Orang Yang ber-Dzikir Lebih Baik daripada Memenggal Leher Musuh

Keutamaan kedua, ketiga dan keempat semuanya terangkum dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

أَلاَ أُُنَبِّئُكُمْ بِخَيرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ ؟ قَالُوْا : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ! قَالَ :  ذِكْرُاللهِ تَعَالَى

“Maukah kau saya tunjukkan amalan yang terbaik dan paling suci di sisi Rabbmu, dan paling mengangkat derajatmu, lebih baik bagimu daripada menginfakkan emas dan perak, dan lebih baik bagimu daripada bertemu dengan musuhmu lantas kau memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu?” Para sobat yang hadir berkata, “Mau wahai Rasûlullâh!” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dzikir kepada Allâh Yang Maha Tinggi.” [HR. At-Tirmidzi no.3377, Ibnu Majah no.3790, dan Al-Hakim (I/ 496) : Shahih]

5. Perumpamaan Orang Yang Ber-dzikir dengan Yang Tidak Ber-dzikir Seperti Orang Yang Hidup dengan Orang Mati

Hadits yang diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ ، مَثَلُ الْـحَيِّ وَ الْـمَيِّتِ

“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dan orang yang tidak berdzikir kepada Rabbnya ialah ibarat perbedaan antara orang yang hidup dengan orang yang mati” [HSR. Al-Bukhari no. 6407]

6. Dzikir Menentramkan Hati

Ketahuilah bahwa hanya dengan berdzikir, hati akan menjadi tenang.

Allâh Ta’ala berfirman :

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allâh. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allâh hati menjadi tentram.” [QS. Ar-Ra’d : 28]

7. Jaminan Surga Bagi Yang Suka Ber-Dzikir

Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :

“Rasulullah SAW bersabda (yang artinya) : “Barangsiapa mengucapkan dzikir ini di siang hari dalam keadaan penuh keyakinan, kemudian ia mati pada hari tersebut sebelum sore hari, maka ia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa yang mengucapkannya di malam hari dalam keadaan penuh keyakinan, kemudian ia mati sebelum shubuh, maka ia termasuk penghuni surga.” [HR. Bukhari].

Lafzh dzikir yang dimaksud pada hasits di atas ialah :

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.

“Ya Allah, Engkau ialah Rabbku, tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakanku. Aku ialah hamba-Mu. saya akan setia pada perjanjianku pada-Mu (yaitu menjalankan ketaatan dan menjauhi larangan, pen) semampuku dan saya yakin akan janji-Mu (berupa pahala). saya berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. saya mengakui nikmat-Mu kepadaku dan saya mengakui dosaku. Oleh lantaran itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.”

8. Orang Yang Suka Ber-Dzikir Akan Mendapatkan Banyak Kebaikan

Dari Abu Ayyub Al-Abshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Apabila seseorang membaca :

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ.

“Tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang berkuasa atas segala sesuatu.” (sebanyak 10 kali pagi dan petang). Maka orang itu akan menerima kebaikan-kebaikan” [HR. An-Nasai]

Larangan Dzikir Dengan Membaca Al-Qur’an Bagi Wanita Haidh

Menurut para ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hambali, beropini haramnya membaca Al-Qur’an bagi perempuan haidh dan nifas. Sedangkan membaca Al-Qur’an ialah merupakan dzikir.

Hadits yang menyebutkan adanya larangan membaca Al-Qur’an (yang juga merupakan salah satu jenis dzikir kepada Allah Ta’ala) adalah,

لاَ تَقْرَإِ الْحَائِضُ وَلاَ الْجُنُبُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ

“Janganlah perempuan haidh dan orang junub membaca Al-Qur’an sedikit pun juga.” [HR. Tirmidzi, no. 131 dan Ibnu Majah, no. 595. Al-Hafizh Abu Thahir menyampaikan bahwa sanad hadits ini dha’if].

Namun dalil hadits di atas dikuatkan oleh hadits lain yang merupakan pendapat para ulama empat madzhab bersepakat memberi aturan haram bagi orang yang junub untuk membaca Al-Qur’an. Dalil pendukungnya ialah hadits berikut dari ‘Ali bin Abi Thalib,

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ لا يَحْجُبُهُ عَنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ شَيْءٌ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ جُنُبًا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang dari membaca Al-Qur’an sedikit pun juga kecuali dalam keadaan junub.” [HR. Ibnu Hibban, 3:79; Abu Ya’la dalam musnadnya, 1:400. Husain Salim Asad menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan].

Wallahu a’lam.

Demikian risalah dzikir yang berjudul “DZIKIR | Perintah, Keutamaan dan Larangan Dzikir”, dan kalau dipandang akan membawa kita sekalian berpahala jariyyah, maka dipersilakan untuk di-share atau dibagikan kepada muslim yang lain.

Referensi : Shahîh al-Waabilus Shayyib karya Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah
Label : Doa, Dzikir, keutamaan dzikir, Tauhid, Akhlak
Deskripsi : Risalah dzikir ini dibentuk untuk di-share sebagai jembatan menuju amal jariyyah, dengan  dari kitab karya Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah berjudul Shahîh al-Waabilus Shayyib.